Saturday, December 23, 2023

Makalah Perbandingan Antar Aliran-Aliran dalam Ilmu Kalam

 Makalah Perbandingan Antar Aliran-Aliran dalam Ilmu Kalam


PENDAHULUAN

Ilmu kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud dengan kalam adalah sabda tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Allah yang ada didalam al-qur’an. Selanjutnya, kalau yang kalau yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia, maka yang dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang  kata-kata atau silat lidah dalam rangka mempertahankan pendapat masing-masing.

Ilmu kalam sebagaimana diketahui membahas dasar-dasar dari sesuatu agama. Didalam Ilmu Kalam tersebut terdapat bahasan tentang perbandingan antar aliran serta ajaran-ajarannya. Pada makalah ini penulis membahas mengenai aliran Murjiah, Khawarij, Syiah, Jabariyah, Qadariyah dan Mu’tazilah.  Dari perbandingan antar aliran ini kita dapat mengetahui dan membandingkan paham aliran yang satu dengan aliran yang lain.

Sebagai seorang muslim, penting bagi kita mengetahui dan mempelajari mengenai aliran-aliran tersebut, agar kita tidak terjerumus dalam aliran yang salah, yaitu aliran yang tidak sesuai dengan Al-qur’an dan hadits. Terlebih lagi, di zaman yang modern ini semakin banyak aliran-aliran yang menyesatkan manusia, dan mengajak menyembah syaithon.

Selain itu, dengan mempelajari perbandingan aliran satu dengan yang lain, diharapkan kita dapat mengasah logika kita dalam berfikir. Dengan kemampuan kita dalam menganalisis perbandingan aliran diharapkan mampu menambah keimanan kita kepada Allah SWT.

Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan tentang perbandingan antar aliran, khususnyamembahas tentang :

1.      Pelaku Dosa Besar

2.      Iman dan Kufur

3.      Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia

4.      Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan

 

 

 

PEMBAHASAN

A.    PELAKU DOSA BESAR

1.      ALIRAN MURJI’AH

Murji’ah dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun Murji’ah moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraka.[1]

2.      ALIRAN KHAWARIJ

Pada umumnya, ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali, Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir, berdasarkan firman Allah pada surat al Maidah ayat 44:                                                                                                                                                                                          

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

Artinya:“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang kafir.”

Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah), menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya.[2]

Pandangan pelaku dosa besar oleh subsekte khawarij[3]:

1)      Azariqah, merupakan subsekte Khawarij yang sangat ekstrim,  mereka menggunakan istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka atau yang tak sepaham dengan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir lainnya.

2)      Najdah, subsekte ini hampir sama dengan Azariqah. Mereka menganggap musyrik kepada siapapun yang secara continue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya dengan dosa besar jika tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya tidak dipandang musyrik, tetapi hanya kafir.

3)      An Najdat, juga berpendapat bahwasanya orang yang berdosa besar menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar tetap mendapatkan siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga.

4)      Al-Muhakimat, menurut subsekte ini Ali, Muawiyah, kedua pengantarnya (amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua orang yang menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir inipun mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar, berbuat zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa-dosa besar lainnya menyebabkan pelakunya telah keluar dari Islam.

5)      As-Sufriah, subsekte ini membagi dosa besar dalam dua bagian, yaitu

                                     I.      Dosa yang ada sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini, pelakunya tidak dipandang kafir.

                                   II.       Dosa yang tak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada kategori ini pelakunya dipandang kafir.

3.      ALIRAN SYIAH

Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan aneh mengingat Wasil bin Atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunyai hubungan dekat dengan Zaid. Moojan Momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernah belajar kepada Wasil bin Atha. Selain itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-Murjiah.[4]

 

4.      ALIRAN MU’TAZILAH

Diantara kedua aliran diatas mengenai status pelaku dosa besar, perbedaannya, bila Khawarij mengkafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa besar, Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-manzilah bainal-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya. Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan orang-orang kafir.Dalam perkembangannya, beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti Wasil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik yang bukan mukmin atau kafir.[5]

5.      ALIRAN ASY-‘ARIYAH

Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy’ari, sebagai wakil Ahl As-Sunnah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar.[6]Akan tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.

Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlaq. Dari paparan singkat ini, jelaslah bahwa Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama dengan Murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku dosa besar.

6.      ALIRAN MATURIDIYAH

Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam dirinya.[7]Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu, keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraka, tetapi tidak kekal didalamnya.

Al-Maturidi sebagai peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat dosa syirik.Karenanya, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.Menurutnya, iman itu cukup dengan tashdiq dan iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman.

 

B.     IMAN DAN KUFUR

 

1.      ALIRAN MURJI’AH

Menurut subsekte Murji’ah yang ekstrim, Orang Islam yang percaya pada Allah kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu letaknya di dalam hati, bahkan meskipun melakukan ritual agama-agama lain. Yang dimaksud ibadah adalah iman, sedangkan shalat, puasa, zakat dan haji hanya menggambarkan kepatuhan saja.

Sementara yang dimaksud Murji’ah moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal didalamnya bergantung pada dosa yang dilakukannya. Ciri khas mereka lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman, di samping tashdiq (ma’rifah).[8]

2.      ALIRAN KHAWARIJ

Menurut Khawarij, iman itu bukan hanya membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi bagian dari iman. Barang siapa tidak mengamalkan ibadah (amal bil arkan) seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka kafirlah dia.[9]

Iman menurut Kwaharij bukanlah tashdiq. Dan iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup.Menurut Abd. Al-jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang yang mukmin, dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tashdiq, bukan pula ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan.[10]

3.      ALIRAN SYIAH

Doktrin pokok yang dibicarakan syiah ialah mngenai persoalan imamah, mahdiyah, raj’ah, bada’, dan taqiyyah. Taqiyyah bagi Syiah tak ubahnya tameng sakti untuk menyelamatkan diri, sekaligus tipu muslihat yang dapat mengelabuhi orang lain. Secara istilah,taqiyyah berarti menampakkan sesuatu untuk menyelamatkan diri dari orang yang tidak sepaham dalam akidah dan pemikiran. Sebenarnya doktrin ini memiliki rujukan dalam Islam. Pada masa Rasulllah, taqiyyah memang digunakan dalam keadaan terpaksa saat menghadapi orang-orang kafir. Al-qur’an juga membenarkan seseorang mengucapkan kata-kata kufur jika jiwa dan harta bendanya terancam. Namun taqiyyah yang diterapkan Syiah ternyata tidak sejalan dengan maksud Al-qur’an. Taqiyyah justru digunakan ketika mereka berhadapan dengan golongan Islam mayoritas yaitu Ahlussunnah wal jama’ah. Hal ini karena Syiah menganggap bahwa Ahlussunnah wal jama’ah lebih jelek dari pada Yahudi dan Nasruni.[11]

4.      ALIRAN JABARIYAH

Iman dan kekafiran bergantung sepenuhnya kepada keyakinan di dalam hati dan orang yang telah mengenal baik dengan Alloh swt kemudian ingkar dengan lidahnya tidak akan menjadi kufur karenanya. Bahkan juga tidak menjadi kafir sungguh pun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran Yahudi atau Nasrani kemudian mati, bagi Allah SWTorang demikian tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna.[12]

 

Firman Allah SWT :

Artinya : "Bukanlah kamu yang menghendaki, tetapi Allohlah yang menghendaki". (QS. Al-Ihsan : 30).

5.      ALIRAN QADARIYAH

Menurut Qadariyah, iman cukup dengan ma’rifat (pengenalan), dan perbuatan tidak termasuk dari iman. Konsep Qadariyah mengenai iman ini dapat dikatakan sama dengan pendapat Mu’tazilah.[13]

6.      ALIRAN MU’TAZILAH

Seluruh pemikir Mu’tazilah sepakat bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman. Aspek penting lainnya dalam konsep Mu’tazilah tentang iman adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah (pengetahuan dan akal). Ma’rifah menjadi unsur penting dari iman karena pandangan Mu’tazilah yang bercorak rasional. Disini terlihat bahwa Mu’tazilah sangat menekankan pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi keimanan.Harun Nasution menjelaskan bahwa menurut Mu’tazilah, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantaraan akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang mendalam.

Pandangan Mu’tazilah seperti ini, menurut Toshihiko Izutsu, pakar teologi Islam asal Jepang, menyatakan pendapatnya bahwa hal ini sarat dengan konsekuensi yang cukup fatal. Hal ini karena hanya para mutakallim (teolog) saja yang benar-benar dapat menjadi orang yang beriman, sedangkan masyarakat awam yang mencapai jumlah mayoritas tidak dipandang sebagai orang yang benar-benar beriman (mukmin).[14]

7.      ALIRAN ASY’ARIYAH

Menurut aliran ini, dijelaskan oleh Asy-Syahrastani, iman secara esensial adalah tashdiq bil al janan (membenarkan dengan kalbu).Sedangkan qawl dengan lesan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta apa yang mereka bawa dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari salah satu dari hal-hal tersebut. Jadi Asy-Syahrastani menempatkan ketiga unsur iman yaitu tashdiq, qawl, dan amal pada posisinya masing-masing.[15]

8.      ALIRAN MATURIDIYAH

Al-Maturidiyah berpendapat iman itu tidak akan hilang karena melakukan dosa besar, dan Tuhan yang akan mengadili kelak di hari kiamat. Antar iman dan perbuatan tidak saling memengaruhiatu menghilangkan, karena iman itu di dalam qalb, sedang perbuatan letaknya pada gerakan anggota badan.Penjelasan hal itu kembali pada pengertian, bahwa makrifat mengandung keyakinan lebih tebal daripada tashdiq.Karena tashdiq itu sekedar kabar atau berita atas kebenaran keyakinannya, sedang makrifat menemukan makna dari keyakinan itu. Dengan kata lain, kuat dan lemahnya iman itu bergantung kuat dan lemahnya akal dalam menemukan iman itu sendiri, sehingga perbuatan atau amal, di sini tidak ada pengaruh terhadap tebal-tipisnya iman. Tetapi tentu saja secara kausalitas atau dilihat dari logika rasional, kekuatan iman itu memberi semangat dan dinamis terhadap tumbuhnya akhlak yang tinggi dan luhur.[16]

 

C.    PERBUATAN TUHAN DAN PERBUATAN MANUSIA

1.      ALIRAN JABARIYAH

Aliran Jabariyah mempunyai keyakinan bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Manusia adalah makhluk lemah dan seluruh perbuatannya merupakan paksaan dari Allah. Perbuatan manusia menurut mereka laksana bulu ayam yang dihempaskan angin. Kaum Jabariyah meyakini bahwa segala bentuk dosa baik dosa kecil atau besar yang mereka lakukan adalah kehendak Allah. Mereka berpedoman pada ayat Al-qur’an, tetapi mereka salah dalam menafsirkan.[17]

Ayat yang aliran ini pedomi adalah :

وَ الله خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلوْنَ

Allah-lah yang menciptakan kamu dan perbuatan kamu.” (Q.S.’Ash-Shaffat:96)

2.      ALIRAN QADARIYAH

Menurut paham Qadariyah, manusia memiliki kemampuan dalam dirinya untuk berbuat baik atau buruk, karena manusia memang diciptakan demikian. Disamping itu, manusia mampu menerima beban tugas (taklif) seberat apapun, karena sudah disesuaikan dengannya, yaitu kemampuan yang terdapat dalam dirinya dan ia rasakan keberadaannya. Maka manusia mempunyai kebebasan memilih.[18]

Dengan demikian, aliran Qadariyah adalah aliran yang menekankan pada kebebasan manusia dalam melakukan perbuatannya, dan manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu disisi Allah, kelak di hari perhitungan. Mereka yang melakukan kebaikan akan memperoleh pahala di surga, dan mereka yang melakukan keburukan akan memperoleh siksa di neraka.

3.      ALIRAN MU’TAZILAH

Menurut aliran Mu’tazilah, manusia memiliki kebebasan berkehendak. Kebebasan untuk melakukan dan menciptakan sesuatu tanpa ada campur tangan dari Tuhan. Manusia memiliki hak untuk menentukan perbuatannya, baik atau jahat dengan kehendaknya tanpa ada paksaan dari tuhan. Dalam hal ini, tuhan tidak memiliki hak untuk menentukan perbuatan manusia. Tuhan hanya memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berbuat baik dan menjauhi keburukan, manusialah yang menentukan nasib mereka. Jika ia berbuat baik, maka akan mendapat balasan kebaikan juga, dan jika ia melakukan keburukan, maka akan mendapat balasan dineraka. Berdasarkan ini, Mu’tazilah menyatakan bahwa manusia masuk surga adalah karena amal baiknya dan masuk neraka karena amal buruknya. [19]

 

4.      ALIRAN ASY’ARIYAH

Al-Asy’ari juga dikenal memiliki doktrin kasb, dalam kaitannya dengan perbuatan manusia. Kasb adalah sesuatu yang timbul dari al-maktasib, dengan perantaraan daya yang diciptakan. Al-maktasib, artinya yang memperoleh dan menciptakan terhadap penyatuan antara kelemahan dan kekuasaan. Kelemahan yang dimaksud adalah kelemahan manusia, sedangkan kekuasaan adalah qudrah Tuhan. Konsep kasb ini adalah perpaduan antara konsep teologi Jabariyah dan Qadariyah. Qadariyah sangat getol dengan konsep kehidupan manusia yang tergantung kepada manusianya. Kemampuan (qudrah) dan usaha manusia itu adalah sangat efektif. Berbeda dengan Jabariyah, justru sebaliknya, yakni berpendapat bahwa kehidupan manusia tergantung kepada Tuhan. Segala kemampuan (qudrah) dan usaha manusia ditentukan oleh Tuhan, serta hal itu sangat efektif. [20]

5.      ALIRAN MATURIDIYAH

Menurut Maturidiyah, kekuasaan dan kehendak mutlak Allah SWT itu tidaklah sewenang-wenang. Perbuatan yang baik berasal dari-Nya, sedangkan perbuatan yang jelek itu bukanlah perbuatan Allah SWT, tetapi adanya perbuatan manusia itu sendiri.Konsekuensi logis dari pandangan ini, ialah bahwa keadilan Allah SWT berarti Allah SWT mesti melaksanakan norma-norma yang telah ditetapkan oleh-Nya.Pemberian pahala kepada yang berbuat baik dan pemberian hukuman kepada yang berbuat jahat, itulah keadilan Allah SWT.[21]

Mengenai perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, mereka berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian tuhan berkewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan pengiriman rasul Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.

Adapun Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh Al-Bazdawi, bahwa Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah orang yang telah berbuat kebaikan.Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara sesuai dengan faham mereka tentang kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.

 

 

D.    KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN

1.      ALIRAN MU’TAZILAH

Kaum Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al- Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik. [22]

Kemudian muncul teori as-shalah wa al-ashlah atau Allah wajib berbuat baik dan terbaik kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya, Tuhan wajib memasukkan hamba yang berbuat baik kedalam surga dan hamba yang berbuat buruk ke neraka, inilah arti kedilan Tuhan menurut Mu’tazilah. Jika Tuhan memasukkan hambanya yang berbuat jahat kedalam surga dan yang berbuat baik ke neraka, berarti tuhan adalah penjahat dan zalim. Ini tentu mustahil bagi tuhan. [23]

2.      ALIRAN ASY’ARIYAH

Kaum Asy’ariyah , karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain. Mereka mengartikan eadilan dengan menempatkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya. Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran asy’ariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat sekehendak hati-Nya. [24]

 

3.      ALIRAN MATURIDIYAH

Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara. Pemisahan ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum maturidiyah samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mu’tazilah,tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang diberikan aliran mu’tazilah.

Kehendak mutlak Tuhan, menurutMaturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan.Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.

Adapun Maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yangdikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.

Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa keadilan Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran maturidiyah samarkand lebih dekat dekat dengan asy’ariyah.

Lebih jauh lagi, maturidiyah bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan Tuhan haruslah di pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Secara jelas, al-bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri. Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak. [25]

 

 

KESIMPULAN

                Mengenai masalah dosa besar, aliran Murji’ah moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir, Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Sedangkan Murjia’h ekstrim berpendapat pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Menurut semua subsekte aliran Khawarij kecuali Najdah, semua pelaku dosa besar adalah kafir dan akan disiksa dineraka selamanya. Menurut Syiah zaidiyah, orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya.Menurut aliran Mu’tazilah, Setiap pelaku dosa besar, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir (al-manzilah bainal-manzilatain).Terhadap pelaku dosa besar aliran  Asy’ariyah tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Menurut aliran Maturidiyah, orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertaubat. Karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.

Sedangkan mengenai iman dan kufur, aliran Murji’ah yang ekstrim meyakini bahwa Orang Islam yang percaya pada Allah kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu letaknya di dalam hati, sedangkan menurut Murji’ah moderat adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman, di samping tashdiq (ma’rifah). Menurut Khawarij, iman itu bukan hanya membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi bagian dari iman. Aliran Syiah menggunakan Taqiyyahsebagai  tameng sakti untuk menyelamatkan diri, sekaligus tipu muslihat yang dapat mengelabuhi orang lain. Secara istilah,taqiyyah berarti menampakkan sesuatu untuk menyelamatkan diri dari orang yang tidak sepaham dalam akidah dan pemikiran misalnya mengucapkan kata-kata kufur jika jiwa dan harta bendanya terancam, akan tetapi Syiah menyalahgunakannya. Menurut aliran Jabariyah Iman dan kekafiran bergantung sepenuhnya kepada keyakinan di dalam hati dan orang yang telah mengenal baik dengan Alloh swt kemudian ingkar dengan lidahnya tidak akan menjadi kufur karenanya. Menurut Qadariyah, iman cukup dengan ma’rifat (pengenalan), dan perbuatan tidak termasuk dari iman. Menurut aliran Mu’tazilah, amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dalam konsep iman. Aspek penting lainnya dalam konsep Mu’tazilah tentang iman adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah (pengetahuan dan akal). Menurut aliran Asy’ariyah, iman secara esensial adalah tashdiq bil al janan (membenarkan dengan kalbu).Sedangkan qawl dengan lesan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-cabang) iman. Aliran Maturidiyah berpendapat iman itu tidak akan hilang karena melakukan dosa besar, dan Tuhan yang akan mengadili kelak di hari kiamat. Antar iman dan perbuatan tidak saling memengaruhiatu menghilangkan, karena iman itu di dalam qalb, sedang perbuatan letaknya pada gerakan anggota badan.

            Mengenai perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia, aliran Jabariyah mempunyai keyakinan bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan kekuasaan untuk berbuat sesuatu.Sedangkan Menurut paham Qadariyah, manusia memiliki kemampuan dalam dirinya untuk berbuat baik atau buruk, karena manusia memang diciptakan demikian.Menurut aliran Mu’tazilah, manusia memiliki kebebasan berkehendak. Kebebasan untuk melakukan dan menciptakan sesuatu tanpa ada campur tangan dari Tuhan.Aliran Asy’ariyah memiliki doktrin kasb, dalam kaitannya dengan perbuatan manusia. Kasb adalah sesuatu yang timbul dari al-maktasib, dengan perantaraan daya yang diciptakan. Al-maktasib artinya yang memperoleh dan menciptakan terhadap penyatuan antara kelemahan dan kekuasaan.Menurut Maturidiyah, kekuasaan dan kehendak mutlak Allah SWT itu tidaklah sewenang-wenang. Perbuatan yang baik berasal dari-Nya, sedangkan perbuatan yang jelek itu bukanlah perbuatan Allah SWT.

            Mengenai kehendak mutlak dan keadilan Tuhan aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam ( sunatullah ). Aliran  Asy’ariyah  percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan,yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan yang lain.Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, sedangkan menurut Maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat apa saja yangdikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA.

Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Nasution,Harun. 2010. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis Perbandingan. Jakarta: UI press.

Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar. 2006. Ilmu kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-Ien Ponpes Lirboyo. 2008. Aliran-aliran Teologi Islam. Kediri: Purna Siswa Aliyah.

http://www.referensimakalah.com/2012/07/pokok-pokok-ajaran-al-asyariyah.html.

http://alwifaqih.tripod.com/agama/materi2/jabariyah.html

 

 



[1]Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 136.

[2]Ibid, 134.

[3]Ibid.

[4]Ibid, 133.

[5]Ibid, 137.

[6]Ibid.

[7]Ibid, 138.

[8]Ibid, 144-145.

[9] Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 134

[10]Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran sejarah Analisis Perbandingan, (Jakarta: UI,2006),  147

[11] Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 123.

[12]Lukman Hakim, Jabariyah, di akses dihttp://alwifaqih.tripod.com/agama/materi2/jabariyah.html, pada tanggal 23-09-2013

[13] Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 149.

[14]Abdul Rozakdan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 147.

[15]Ibid, 149.

[16]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010),  269.

[17] Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 138-139.

[18]Ibid, 148-149.

[19] Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 153.

[20]Muslihin Al-hafidz, Teologi, di akses di http://www.referensimakalah.com/2012/07/pokok-pokok-ajaran-al-asyariyah.html pada tanggal 28-09-2013.

[21]Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 273.

[22]Abdul Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia: 2011), 182.

[23] Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 157.

[24]Abdul Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia: 2011),184-185.

[25]Ibid, 186-187.


No comments:

Post a Comment

terimakasih telah berkunjung ke blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya sahabat :)