Makalah Perbandingan Antar Aliran-Aliran dalam Ilmu Kalam
PENDAHULUAN
Ilmu
kalam yang secara harfiah berarti ilmu tentang kata-kata. Kalau yang dimaksud
dengan kalam adalah sabda tuhan, maka yang dimaksud adalah kalam Allah yang ada
didalam al-qur’an. Selanjutnya, kalau yang kalau yang dimaksud kalam adalah
kata-kata manusia, maka yang dimaksud kalam adalah kata-kata manusia, maka yang
dimaksud dengan ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang kata-kata atau silat lidah dalam rangka
mempertahankan pendapat masing-masing.
Ilmu kalam sebagaimana diketahui membahas
dasar-dasar dari sesuatu agama. Didalam Ilmu Kalam tersebut terdapat bahasan
tentang perbandingan antar aliran serta ajaran-ajarannya. Pada makalah ini
penulis membahas mengenai aliran Murjiah, Khawarij, Syiah, Jabariyah, Qadariyah
dan Mu’tazilah. Dari perbandingan antar
aliran ini kita dapat mengetahui dan membandingkan paham aliran yang satu
dengan aliran yang lain.
Sebagai seorang muslim, penting bagi kita
mengetahui dan mempelajari mengenai aliran-aliran tersebut, agar kita tidak
terjerumus dalam aliran yang salah, yaitu aliran yang tidak sesuai dengan
Al-qur’an dan hadits. Terlebih lagi, di zaman yang modern ini semakin banyak
aliran-aliran yang menyesatkan manusia, dan mengajak menyembah syaithon.
Selain itu, dengan mempelajari perbandingan
aliran satu dengan yang lain, diharapkan kita dapat mengasah logika kita dalam
berfikir. Dengan kemampuan kita dalam menganalisis perbandingan aliran
diharapkan mampu menambah keimanan kita kepada Allah SWT.
Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan tentang perbandingan
antar aliran, khususnyamembahas tentang :
1.
Pelaku Dosa Besar
2.
Iman dan Kufur
3.
Perbuatan Tuhan dan Perbuatan Manusia
4.
Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan
PEMBAHASAN
A. PELAKU DOSA
BESAR
1. ALIRAN MURJI’AH
Murji’ah dapat dikategorikan dalam dua kategori: ekstrim dan
moderat. Murji’ah ekstrim berpandangan bahwasanya
pelaku dosa besar tidak akan disiksa di neraka. Adapun Murji’ah moderat ialah
mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir.
Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamnya, bergantung pada ukuran
dosa yang dilakukannya. Masih terbuka kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni
dosanya sehingga ia bebas dari siksa neraka.[1]
2. ALIRAN KHAWARIJ
Pada
umumnya, ciri yang menonjol dari aliran Khawarij adalah watak ekstrimitas dalam
memutuskan persoalan-persoalan kalam. Tak heran kalau aliran ini memiliki
pandangan ekstrim pula tentang status pelaku dosa besar. Mereka memandang bahwa
orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim, yakni Ali,
Mu’awiyah, Amr bin Al-Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir, berdasarkan
firman Allah pada surat al Maidah ayat 44:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ
هُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya:“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang kafir.”
Semua pelaku dosa besar (murtabb al-kabiiah),
menurut semua subsekte Khawarij, kecuali Najdah adalah kafir dan akan disiksa
dineraka selamanya.[2]
Pandangan pelaku dosa besar oleh subsekte
khawarij[3]:
1)
Azariqah, merupakan subsekte Khawarij yang sangat ekstrim, mereka menggunakan
istilah yang lebih mengerikan dari kafir, yaitu musyrik. Mereka memandang
musyrik bagi siapa saja yang tidak mau bergabung dengan barisan mereka atau yang tak sepaham dengan mereka. Adapun pelaku dosa besar dalam pandangan mereka
telah beralih status keimanannya menjadi kafir millah (agama), dan berarti ia
telah keluar dari Islam, mereka kekal di neraka bersama orang-orang kafir
lainnya.
2)
Najdah,
subsekte ini hampir sama dengan Azariqah. Mereka menganggap musyrik kepada
siapapun yang secara continue mengerjakan dosa kecil. Seperti halnya
dengan dosa besar jika tidak dilakukan secara terus menerus maka pelakunya
tidak dipandang musyrik, tetapi hanya kafir.
3) An Najdat, juga berpendapat bahwasanya orang yang berdosa besar menjadi
kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tidak sefaham dengan
golongannya. Adapun pengikutnya, jika mengerjakan dosa besar tetap mendapatkan
siksaan di neraka, tetapi pada akhirnya akan masuk surga juga.
4) Al-Muhakimat, menurut subsekte ini Ali, Muawiyah, kedua
pengantarnya (amr bin Al-Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari) dan semua orang yang
menyetujui arbitrase adalah bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir inipun
mereka luaskan artinya sehingga termasuk orang yang berbuat dosa besar, berbuat
zina, membunuh sesama manusia tanpa sebab, dan dosa-dosa besar lainnya
menyebabkan pelakunya telah keluar dari Islam.
5) As-Sufriah, subsekte ini membagi dosa besar dalam dua
bagian, yaitu
I.
Dosa yang ada
sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina. Pada kategori ini, pelakunya
tidak dipandang kafir.
II.
Dosa yang tak
ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan sholat dan puasa. Dan pada
kategori ini pelakunya dipandang kafir.
3. ALIRAN SYIAH
Penganut Syi’ah Zaidiyah percaya bahwa orang yang melakukan dosa besar akan
kekal dalam neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya. Dalam
hal ini, Syi’ah Zaidiyah memang dekat dengan Mu’tazilah. Ini bukan aneh
mengingat Wasil bin Atha, salah seorang pemimpin Mu’tazilah, mempunyai hubungan
dekat dengan Zaid. Moojan
Momen bahkan mengatakan bahwa Zaid pernah belajar kepada Wasil bin Atha. Selain
itu, secara etis mereka boleh dikatakan anti-Murjiah.[4]
4. ALIRAN MU’TAZILAH
Diantara kedua
aliran diatas mengenai status pelaku dosa besar, perbedaannya, bila Khawarij
mengkafirkan pelaku dosa besar dan Murji’ah memelihara keimanan pelaku dosa
besar, Mu’tazilah tidak menentukan status dan predikat yang pasti bagi pelaku
dosa besar, apakah ia tetap mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang
sangat terkenal, yaitu al-manzilah bainal-manzilatain. Setiap pelaku dosa besar, menurut Mu’tazilah, berada diposisi
tengah diantara posisi mukmin dan kafir. Jika pelakunya meninggal dunia dan
belum sempat bertaubat, ia akan dimasukkan ke dalam neraka selama-lamanya.
Walaupun demikian, siksaan yang diterimanya lebih ringan dari pada siksaan
orang-orang kafir.Dalam perkembangannya, beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti
Wasil bin Atha’ dan Amr bin Ubaid memperjelas sebutan itu dengan istilah fasik
yang bukan mukmin atau kafir.[5]
5. ALIRAN ASY-‘ARIYAH
Terhadap pelaku dosa besar, agaknya Al-Asy’ari, sebagai wakil
Ahl As-Sunnah, tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah
(ahl Al-Qiblah) walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan
mencuri. Menurutnya,
mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan keimanan yang mereka
miliki, sekalipun berbuat dosa besar.[6]Akan
tetapi jika dosa besar itu dilakukannya dengan anggapan bahwa hal ini
dibolehkan (halal) dan tidak meyakini keharamannya, ia dipandang telah kafir.
Adapun balasan di akhirat kelak bagi pelaku dosa besar, apabila ia
meninggal dan tidak sempat bertaubat, maka menurut Al-Asy’ari, hal itu
bergantung pada kebijakan Tuhan Yang Maha Berkehendak Mutlaq. Dari paparan
singkat ini, jelaslah bahwa Asy’ariyah sesungguhnya mengambil posisi yang sama
dengan Murji’ah, khususnya dalam pernyataan yang tidak mengkafirkan para pelaku
dosa besar.
6. ALIRAN MATURIDIYAH
Aliran Maturidiyah, baik Samarkand maupun Bukhara, sepakat menyatakan
bahwa pelaku dosa masih tetap sebagai mukmin karena adanya keimanan dalam
dirinya.[7]Adapun balasan yang diperolehnya kelak di akhirat bergantung pada
apa yang dilakukannya di dunia. Jika ia meninggal tanpa taubat terlebih dahulu,
keputusannya diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah SWT. Jika menghendaki
pelaku dosa besar diampuni, ia akan memasukkan ke neraka, tetapi tidak kekal
didalamnya.
Al-Maturidi sebagai peletak dasar aliran kalam Al-Maturidiyah, berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka
walaupun ia mati sebelum bertaubat. Karena
Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan
perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah balasan bagi orang yang berbuat dosa
syirik.Karenanya, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan
seseorang kafir atau murtad.Menurutnya, iman itu cukup dengan tashdiq dan
iqrar, sedangkan amal adalah penyempurnaan iman.
B. IMAN DAN KUFUR
1. ALIRAN MURJI’AH
Menurut
subsekte Murji’ah yang ekstrim, Orang Islam yang percaya pada Allah kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu letaknya
di dalam hati, bahkan meskipun melakukan ritual agama-agama lain. Yang dimaksud ibadah adalah iman, sedangkan shalat, puasa, zakat
dan haji hanya menggambarkan kepatuhan saja.
Sementara yang
dimaksud Murji’ah moderat adalah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa
besar tidaklah menjadi kafir. Meskipun disiksa di neraka, ia tidak kekal
didalamnya bergantung pada dosa yang dilakukannya. Ciri khas mereka
lainnya adalah dimasukkannya iqrar sebagai bagian penting dari iman, di samping
tashdiq (ma’rifah).[8]
2. ALIRAN KHAWARIJ
Menurut
Khawarij, iman itu bukan hanya membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja,
tetapi amal ibadah menjadi bagian dari iman. Barang siapa tidak mengamalkan
ibadah (amal bil arkan) seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain, maka
kafirlah dia.[9]
Iman menurut
Kwaharij bukanlah tashdiq. Dan iman dalam arti mengetahui pun belumlah cukup.Menurut
Abd. Al-jabbar, orang yang tahu Tuhan tetapi melawan kepadanya, bukanlah orang
yang mukmin, dengan demikian iman bagi mereka bukanlah tashdiq, bukan pula
ma’rifah tetapi amal yang timbul sebagai akibat dari mengetahui Tuhan tegasnya
iman bagi mereka adalah pelaksanaan perintah-perintah Tuhan.[10]
3. ALIRAN SYIAH
Doktrin pokok
yang dibicarakan syiah ialah mngenai persoalan imamah, mahdiyah, raj’ah,
bada’, dan taqiyyah. Taqiyyah bagi Syiah tak ubahnya tameng sakti
untuk menyelamatkan diri, sekaligus tipu muslihat yang dapat mengelabuhi orang
lain. Secara istilah,taqiyyah berarti menampakkan sesuatu untuk menyelamatkan
diri dari orang yang tidak sepaham dalam akidah dan pemikiran. Sebenarnya
doktrin ini memiliki rujukan dalam Islam. Pada masa Rasulllah, taqiyyah memang
digunakan dalam keadaan terpaksa saat menghadapi orang-orang kafir. Al-qur’an
juga membenarkan seseorang mengucapkan kata-kata kufur jika jiwa dan harta bendanya
terancam. Namun taqiyyah yang diterapkan Syiah ternyata tidak sejalan dengan
maksud Al-qur’an. Taqiyyah justru digunakan ketika mereka berhadapan dengan
golongan Islam mayoritas yaitu Ahlussunnah wal jama’ah. Hal ini karena Syiah
menganggap bahwa Ahlussunnah wal jama’ah lebih jelek dari pada Yahudi dan
Nasruni.[11]
4. ALIRAN JABARIYAH
Iman dan kekafiran
bergantung sepenuhnya kepada keyakinan di dalam hati dan orang yang telah
mengenal baik dengan Alloh swt kemudian ingkar dengan lidahnya tidak akan
menjadi kufur karenanya. Bahkan juga tidak menjadi kafir sungguh pun ia
menyembah berhala, menjalankan ajaran Yahudi atau Nasrani kemudian mati, bagi
Allah SWTorang demikian tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna.[12]
Firman Allah SWT :
Artinya :
"Bukanlah kamu yang menghendaki, tetapi Allohlah yang menghendaki".
(QS. Al-Ihsan : 30).
5. ALIRAN QADARIYAH
Menurut
Qadariyah, iman cukup dengan ma’rifat (pengenalan), dan perbuatan tidak
termasuk dari iman. Konsep Qadariyah mengenai iman ini dapat dikatakan sama
dengan pendapat Mu’tazilah.[13]
6. ALIRAN MU’TAZILAH
Seluruh pemikir
Mu’tazilah sepakat bahwa amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting
dalam konsep iman. Aspek penting lainnya dalam konsep Mu’tazilah tentang iman
adalah apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah (pengetahuan dan akal).
Ma’rifah menjadi unsur penting dari iman karena pandangan Mu’tazilah yang
bercorak rasional. Disini terlihat bahwa Mu’tazilah sangat menekankan
pentingnya pemikiran logis atau penggunaan akal bagi keimanan.Harun Nasution
menjelaskan bahwa menurut Mu’tazilah, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan
perantaraan akal dan segala kewajiban dapat diketahui dengan pemikiran yang
mendalam.
Pandangan
Mu’tazilah seperti ini, menurut Toshihiko Izutsu, pakar teologi Islam asal
Jepang, menyatakan pendapatnya bahwa hal ini sarat dengan konsekuensi yang
cukup fatal. Hal ini karena
hanya para mutakallim (teolog) saja yang benar-benar dapat menjadi orang yang
beriman, sedangkan masyarakat awam yang mencapai jumlah mayoritas tidak
dipandang sebagai orang yang benar-benar beriman (mukmin).[14]
7. ALIRAN ASY’ARIYAH
Menurut aliran
ini, dijelaskan oleh Asy-Syahrastani, iman secara esensial adalah tashdiq
bil al janan (membenarkan dengan kalbu).Sedangkan qawl dengan lesan dan
melakukan berbagai kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan
furu’ (cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan
ke-Esaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusan-Nya beserta
apa yang mereka bawa dari-Nya, iman secara ini merupakan sahih. Dan keimanan seseorang tidak akan hilang kecuali ia mengingkari
salah satu dari hal-hal tersebut. Jadi Asy-Syahrastani menempatkan
ketiga unsur iman yaitu tashdiq, qawl, dan amal pada posisinya masing-masing.[15]
8. ALIRAN MATURIDIYAH
Al-Maturidiyah
berpendapat iman itu tidak akan hilang karena melakukan dosa besar, dan Tuhan
yang akan mengadili kelak di hari kiamat. Antar iman dan perbuatan tidak saling
memengaruhiatu menghilangkan, karena iman itu di dalam qalb, sedang
perbuatan letaknya pada gerakan anggota badan.Penjelasan hal itu kembali pada
pengertian, bahwa makrifat mengandung keyakinan lebih tebal daripada tashdiq.Karena
tashdiq itu sekedar kabar atau berita atas kebenaran keyakinannya,
sedang makrifat menemukan makna dari keyakinan itu. Dengan kata lain,
kuat dan lemahnya iman itu bergantung kuat dan lemahnya akal dalam menemukan
iman itu sendiri, sehingga perbuatan atau amal, di sini tidak ada pengaruh
terhadap tebal-tipisnya iman. Tetapi tentu saja secara kausalitas atau dilihat
dari logika rasional, kekuatan iman itu memberi semangat dan dinamis terhadap
tumbuhnya akhlak yang tinggi dan luhur.[16]
C. PERBUATAN TUHAN
DAN PERBUATAN MANUSIA
1. ALIRAN JABARIYAH
Aliran
Jabariyah mempunyai keyakinan bahwa manusia tidak memiliki kehendak dan
kekuasaan untuk berbuat sesuatu. Manusia adalah makhluk lemah dan seluruh
perbuatannya merupakan paksaan dari Allah. Perbuatan manusia menurut mereka
laksana bulu ayam yang dihempaskan angin. Kaum Jabariyah meyakini bahwa segala
bentuk dosa baik dosa kecil atau besar yang mereka lakukan adalah kehendak
Allah. Mereka berpedoman pada ayat Al-qur’an, tetapi mereka salah dalam
menafsirkan.[17]
Ayat yang aliran ini pedomi adalah :
وَ الله خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلوْنَ
“Allah-lah yang menciptakan kamu dan perbuatan kamu.”
(Q.S.’Ash-Shaffat:96)
2. ALIRAN QADARIYAH
Menurut paham
Qadariyah, manusia memiliki kemampuan dalam dirinya untuk berbuat baik atau
buruk, karena manusia memang diciptakan demikian. Disamping itu, manusia mampu
menerima beban tugas (taklif) seberat apapun, karena sudah disesuaikan
dengannya, yaitu kemampuan yang terdapat dalam dirinya dan ia rasakan
keberadaannya. Maka manusia mempunyai kebebasan memilih.[18]
Dengan
demikian, aliran Qadariyah adalah aliran yang menekankan pada kebebasan manusia
dalam melakukan perbuatannya, dan manusia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya itu disisi Allah, kelak di hari perhitungan. Mereka yang melakukan
kebaikan akan memperoleh pahala di surga, dan mereka yang melakukan keburukan
akan memperoleh siksa di neraka.
3. ALIRAN MU’TAZILAH
Menurut aliran
Mu’tazilah, manusia memiliki kebebasan berkehendak. Kebebasan untuk melakukan
dan menciptakan sesuatu tanpa ada campur tangan dari Tuhan. Manusia memiliki
hak untuk menentukan perbuatannya, baik atau jahat dengan kehendaknya tanpa ada
paksaan dari tuhan. Dalam hal ini, tuhan tidak memiliki hak untuk menentukan
perbuatan manusia. Tuhan hanya memerintahkan kepada hamba-Nya untuk berbuat
baik dan menjauhi keburukan, manusialah yang menentukan nasib mereka. Jika ia
berbuat baik, maka akan mendapat balasan kebaikan juga, dan jika ia melakukan
keburukan, maka akan mendapat balasan dineraka. Berdasarkan ini, Mu’tazilah
menyatakan bahwa manusia masuk surga adalah karena amal baiknya dan masuk
neraka karena amal buruknya. [19]
4. ALIRAN ASY’ARIYAH
Al-Asy’ari juga
dikenal memiliki doktrin kasb, dalam kaitannya dengan
perbuatan manusia. Kasb adalah sesuatu yang timbul dari al-maktasib,
dengan perantaraan daya yang diciptakan. Al-maktasib, artinya
yang memperoleh dan menciptakan terhadap penyatuan antara kelemahan dan
kekuasaan. Kelemahan yang dimaksud adalah kelemahan manusia, sedangkan kekuasaan
adalah qudrah Tuhan. Konsep kasb ini adalah
perpaduan antara konsep teologi Jabariyah dan Qadariyah. Qadariyah sangat getol
dengan konsep kehidupan manusia yang tergantung kepada manusianya. Kemampuan (qudrah)
dan usaha manusia itu adalah sangat efektif. Berbeda dengan Jabariyah, justru
sebaliknya, yakni berpendapat bahwa kehidupan manusia tergantung kepada Tuhan.
Segala kemampuan (qudrah) dan usaha manusia ditentukan oleh Tuhan, serta
hal itu sangat efektif. [20]
5. ALIRAN MATURIDIYAH
Menurut
Maturidiyah,
kekuasaan dan kehendak mutlak Allah SWT itu tidaklah sewenang-wenang. Perbuatan
yang baik berasal dari-Nya, sedangkan perbuatan yang jelek itu bukanlah
perbuatan Allah SWT, tetapi adanya perbuatan manusia itu sendiri.Konsekuensi
logis dari pandangan ini, ialah bahwa keadilan Allah SWT berarti Allah SWT
mesti melaksanakan norma-norma yang telah ditetapkan oleh-Nya.Pemberian pahala
kepada yang berbuat baik dan pemberian hukuman kepada yang berbuat jahat,
itulah keadilan Allah SWT.[21]
Mengenai
perbuatan Allah ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand
dan Maturidiyah bukhara. Aliran Maturidiyah Samarkand, yang juga memberikan
batas pada kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, mereka berpendapat bahwa
perbuatan tuhan hanyalah menyangkut hal-hal yang baik saja, dengan demikian
tuhan berkewajiban melakukan yang baik bagi manusia. Demikian halnya dengan
pengiriman rasul Maturidiyah Samarkand sebagai kewajiban Tuhan.
Adapun
Maturidiyah Bukhara memiliki pandangan yang sama dengan Asy’ariyah mengenai
faham bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban. Namun, sebagaimana dijelaskan oleh
Al-Bazdawi, bahwa Tuhan pasti menepati janji-Nya, seperti memberi upah orang
yang telah berbuat kebaikan.Adapun pandangan Maturidiyah Bukhara sesuai dengan
faham mereka tentang kekuasaan Tuhan dan kehendak mutlak tuhan, tidaklah
bersifat wajib dan hanya bersifat mungkin saja.
D. KEHENDAK MUTLAK
DAN KEADILAN TUHAN
1. ALIRAN MU’TAZILAH
Kaum
Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan
kekuasaan Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap
manusia serta adanya hukum alam ( sunatullah ) yang menurut Al- Qur’an. Oleh sebab itu, dalam pandangan mu’tazilah kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam
semesta. Selanjutnya, aliran mu’tazilah mengatakan, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat dan
tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-kewajiban-Nya kepada
manusia, dan segala perbuatan-Nya adalah baik. [22]
Kemudian muncul
teori as-shalah wa al-ashlah atau Allah wajib berbuat baik dan terbaik
kepada hamba-hamba-Nya. Maksudnya, Tuhan wajib memasukkan hamba yang berbuat
baik kedalam surga dan hamba yang berbuat buruk ke neraka, inilah arti kedilan
Tuhan menurut Mu’tazilah. Jika Tuhan memasukkan hambanya yang berbuat jahat
kedalam surga dan yang berbuat baik ke neraka, berarti tuhan adalah penjahat
dan zalim. Ini tentu mustahil bagi tuhan. [23]
2. ALIRAN ASY’ARIYAH
Kaum
Asy’ariyah , karena percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat
bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata adalah
kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau
tujuan yang lain. Mereka mengartikan eadilan dengan menempatkan sesuatu pada
tempat yang sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang
dimiliki serta mempergunakanya sesuai dengan kehendak-Nya. Karena menekankan kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, aliran asy’ariyah memberi makna keadilan keadilan Tuhan dengan
pemahaman bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat
berbuat sekehendak hati-Nya. [24]
3. ALIRAN MATURIDIYAH
Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, aliran ini
terpisah menjadi dua, yaitu maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara. Pemisahan
ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi penggunaan akal dan
pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Kaum maturidiyah samarkand
mempunyai posisi yang lebih dekat kepada mu’tazilah,tetapi kekuatan akal dan
batasan yang diberikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang
diberikan aliran mu’tazilah.
Kehendak mutlak Tuhan, menurutMaturidiyah Samarkand,
dibatasi oleh keadilan Tuhan.Tuhan adil mengandung arti bahwa segala
perbuatan-Nya adalah baik dan tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak
mengabaikan kewajiban-kewajiban-Nya terhadap manusia.
Adapun Maturidiyah
bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat
apa saja yangdikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya. Tidak ada yang dapat
menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan.
Dengan demikian dapat diambil pengertian bahwa keadilan
Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tak ada satu dzat pun yang lebih
berkuasa daripada-Nya dan tidak ada batasan-batasan bagi-Nya. Aliran
maturidiyah samarkand lebih dekat dekat dengan asy’ariyah.
Lebih jauh lagi, maturidiyah bukhara berpendapat bahwa
ketidak adilan Tuhan haruslah di pahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan. Secara jelas,
al-bazdawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak mempunyai
unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat sekehendak-Nya sendiri.
Ini berarti, bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia atau
dengan kata lain, konsep keadilan Tuhan bukan diletakkan untuk kepentingan
manusia, tetapi pada Tuhan sebagai pemilik mutlak. [25]
KESIMPULAN
Mengenai masalah dosa besar, aliran Murji’ah
moderat berpendapat bahwa pelaku
dosa besar tidaklah menjadi kafir, Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal
didalamnya, bergantung pada ukuran dosa yang dilakukannya. Sedangkan
Murjia’h ekstrim berpendapat pelaku dosa
besar tidak akan disiksa di neraka. Menurut semua subsekte aliran
Khawarij kecuali Najdah, semua pelaku dosa besar adalah kafir
dan akan disiksa dineraka selamanya. Menurut Syiah zaidiyah, orang yang melakukan dosa besar akan kekal dalam
neraka, jika dia belum tobat dengan tobat yang sesungguhnya.Menurut aliran
Mu’tazilah, Setiap pelaku
dosa besar, berada diposisi tengah diantara posisi mukmin dan kafir (al-manzilah bainal-manzilatain).Terhadap pelaku
dosa besar aliran Asy’ariyah tidak mengkafirkan orang-orang yang sujud ke Baitullah (ahl Al-Qiblah)
walaupun melakukan dosa besar, seperti berzina dan mencuri. Menurutnya, mereka masih tetap sebagai orang yang beriman dengan
keimanan yang mereka miliki, sekalipun berbuat dosa besar. Menurut aliran
Maturidiyah, orang yang
berdosa besar itu tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati
sebelum bertaubat. Karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan
kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.
Sedangkan mengenai iman dan kufur, aliran
Murji’ah yang ekstrim meyakini bahwa Orang Islam yang percaya pada Allah
kemudian menyatakan kekufuran secara lisan tidak menjadi kafir karena iman itu
letaknya di dalam hati, sedangkan menurut Murji’ah moderat adalah dimasukkannya
iqrar sebagai bagian penting dari iman, di samping tashdiq (ma’rifah). Menurut Khawarij, iman itu bukan hanya membenarkan dalam hati dan
ikrar lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi bagian dari iman. Aliran Syiah
menggunakan Taqiyyahsebagai tameng
sakti untuk menyelamatkan diri, sekaligus tipu muslihat yang dapat mengelabuhi
orang lain. Secara istilah,taqiyyah berarti menampakkan sesuatu untuk
menyelamatkan diri dari orang yang tidak sepaham dalam akidah dan pemikiran
misalnya mengucapkan kata-kata kufur jika jiwa dan harta bendanya terancam,
akan tetapi Syiah menyalahgunakannya. Menurut aliran Jabariyah Iman dan kekafiran bergantung
sepenuhnya kepada keyakinan di dalam hati dan orang yang telah mengenal baik
dengan Alloh swt kemudian ingkar dengan lidahnya tidak akan menjadi kufur
karenanya. Menurut
Qadariyah, iman cukup dengan ma’rifat (pengenalan), dan perbuatan tidak
termasuk dari iman. Menurut
aliran Mu’tazilah, amal perbuatan merupakan salah satu unsur terpenting dalam
konsep iman. Aspek penting lainnya dalam konsep Mu’tazilah tentang iman adalah
apa yang mereka identifikasikan sebagai ma’rifah (pengetahuan dan akal).
Menurut aliran Asy’ariyah, iman secara esensial adalah tashdiq bil al janan
(membenarkan dengan kalbu).Sedangkan qawl dengan lesan dan melakukan berbagai
kewajiban utama (amal bil arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-cabang)
iman. Aliran Maturidiyah berpendapat
iman itu tidak akan hilang karena melakukan dosa besar, dan Tuhan yang akan
mengadili kelak di hari kiamat. Antar iman dan perbuatan tidak saling
memengaruhiatu menghilangkan, karena iman itu di dalam qalb, sedang
perbuatan letaknya pada gerakan anggota badan.
Mengenai perbuatan
Tuhan dan perbuatan manusia, aliran Jabariyah mempunyai keyakinan bahwa manusia tidak
memiliki kehendak dan kekuasaan untuk berbuat sesuatu.Sedangkan Menurut paham Qadariyah, manusia memiliki kemampuan dalam dirinya untuk
berbuat baik atau buruk, karena manusia memang diciptakan demikian.Menurut aliran
Mu’tazilah, manusia memiliki kebebasan berkehendak. Kebebasan untuk melakukan
dan menciptakan sesuatu tanpa ada campur tangan dari Tuhan.Aliran Asy’ariyah memiliki doktrin kasb, dalam
kaitannya dengan perbuatan manusia. Kasb adalah sesuatu yang
timbul dari al-maktasib, dengan perantaraan daya yang
diciptakan. Al-maktasib artinya yang memperoleh dan
menciptakan terhadap penyatuan antara kelemahan dan kekuasaan.Menurut Maturidiyah, kekuasaan dan kehendak
mutlak Allah SWT itu tidaklah sewenang-wenang. Perbuatan yang baik berasal dari-Nya, sedangkan perbuatan yang
jelek itu bukanlah perbuatan Allah SWT.
Mengenai kehendak
mutlak dan keadilan Tuhan aliran Mu’tazilah mengatakan
bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak lagi. Ketidakmutlakan kekuasaan
Tuhan itu disebabkan oleh kebebasan yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta
adanya hukum alam ( sunatullah ). Aliran Asy’ariyah
percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, berpendapat bahwa perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan,yang mendorong Tuhan untuk berbuat
sesuatu semata-mata adalah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya dan bukan karena
kepentingan manusia atau tujuan yang lain.Kehendak mutlak Tuhan,
menurut Maturidiyah Samarkand, dibatasi oleh keadilan Tuhan, sedangkan
menurut Maturidiyah bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan
mutlak. Tuhan berbuat apa saja yangdikehendaki-Nya dan menentukan
segala-galanya.
DAFTAR PUSTAKA.
Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (Teologi Islam). Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Nasution,Harun. 2010. Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisis
Perbandingan. Jakarta: UI press.
Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar. 2006. Ilmu kalam. Bandung: Pustaka Setia.
Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-Ien Ponpes Lirboyo. 2008. Aliran-aliran Teologi Islam. Kediri: Purna Siswa
Aliyah.
http://www.referensimakalah.com/2012/07/pokok-pokok-ajaran-al-asyariyah.html.
http://alwifaqih.tripod.com/agama/materi2/jabariyah.html
[1]Abdul
Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2006), 136.
[2]Ibid, 134.
[3]Ibid.
[4]Ibid, 133.
[5]Ibid, 137.
[6]Ibid.
[7]Ibid, 138.
[8]Ibid, 144-145.
[9]
Sahilun A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010), 134
[10]Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran sejarah Analisis Perbandingan, (Jakarta: UI,2006), 147
[11] Tim Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran
Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 123.
[12]Lukman Hakim, Jabariyah, di akses dihttp://alwifaqih.tripod.com/agama/materi2/jabariyah.html, pada tanggal 23-09-2013
[13] Tim
Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran
Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 149.
[14]Abdul
Rozakdan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka
Setia, 2006), 147.
[15]Ibid, 149.
[16]Sahilun
A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), 269.
[17] Tim
Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran
Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 138-139.
[18]Ibid, 148-149.
[19] Tim
Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran
Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 153.
[20]Muslihin Al-hafidz, Teologi, di akses di http://www.referensimakalah.com/2012/07/pokok-pokok-ajaran-al-asyariyah.html pada tanggal 28-09-2013.
[21]Sahilun
A. Nasir, Pemikiran Kalam (Teologi Islam), (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2010), 273.
[22]Abdul
Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia: 2011), 182.
[23] Tim
Karya Ilmiah Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien Pon-Pes Lirboyo, Aliran-aliran
Teologi Islam, (Kediri:Purna Siswa Aliyah, 2008), 157.
[24]Abdul
Razaq dan Rasihan Anwar, Ilmu kalam, (Bandung: Pustaka Setia: 2011),184-185.
[25]Ibid, 186-187.
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah berkunjung ke blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya sahabat :)