Mengidentifikasi Unsur-Unsur Puisi
Puisi adalah bentuk karya sastra yang paling
tua. Puisi mempunyai cirri khas yang berbeda dengan karya sastra lainnya. Pada
pokoknya puisi dibangun oleh 2 unsur yaitu:
a. Struktur fisik, yang berupa bahasa yang digunakan dan merupakan struktur
yang membangun puisi. Seperti majas, irama, rima, kata-kata konotasi, dan
kata-kata yang bermakna lambing.
b. Struktur batin (makna), yaitu pikiran dan perasaan yang diungkapkan oleh
penyair
1. Majas
Penyair puisi biasanya menggunakan bahasa yang
tersusun-susun atau berfigura sehingga bahasa puisi sering menggunakan bahasa
figurative. Bahasa figuratif itu menimbulkan makna kias dan perlambangan.
Bahasa kiasan tersebut mempunyai tujuan yaitu menciptakan efek lebih efektif
dan sugestif dalam bahasa puisi. Gaya bahasa/ majas yang digunakan penyair
antara lain: metafora, perbandingan, personifikasi, hiperbolam sinekdok, dan
ironi.
a. Metafora, adalah kiasan langsung, artinya benda yang dikiaskan itu tidak
disebutkan. Contohnya: kambing hitam, lintah darat, bunga bangsa. Di dalam
puisi “Surat Cinata” Rendra mengkiaskan diri kekasihnya sebagai putrid duyung.
Hal ini dapat and abaca dari bait-bait berikutnya.
b. Perbandingan, majas ini merupakan kiasan tidak langsung sehingga
benda-benda yang dimaksudkan kedua-duanya ada persamaan pengiasnya dan
menggunakan kata-kata: bak, bagai, seperti, dan laksana.
c. Personifikasi, majas ini mengiaskan keadaan atau peristiwa alam sebagai
keadaan atau peristiwa yang dialami oleh manusia. Dalam hal ini benda mati
dianggap sebagai manusia atau pesona. Tujuan penggunaan majas ini adalah untuk
mempertegas atau memperjelas penggambaran peristiwa atau keadaan itu.
d. Hiperbola, adalah kiasan yang berlebih-lebihan. Penyair merasa perlu
melebih-lebihkan hal yang dibandingkan itu mendapatkan perhatian yang lebih
seksama dari pembaca.
e. Sinekdok, majas jenis ini adalah menyebutkan sebagian untuk maksud
keseluruhan (parsprototo) atau menyebutkan keseluruhan untuk maksud sebagian
(kotemproparte)
f. Ironi, majas ini menggunakan kata-kata yang bersifat berlawanan untuk
memberikan sindiran. Ironi dapat menggunakan kata-kata yang keras dan kasar
untuk menyindir atau menggertak. Biasanya majas ini dapat anda temukan dalam
puisii yang bertemakan kritik sosial.
g. Metafora, perbandingan secara implicit untuk melukiskan sesuatu dengan kata
atau kelompok kata dengan arti tidak sebenarnya.
h. Metonimia, memakai nama atau cirri hal yang ditautkan dengan orang, benda,
atau sesuatu sebagai penggantinya
i.
Eufemisme, melembut-lembutkan perkataan untuk
tidak menyinggung perasaan.
j.
Asidenton,
2. Irama dan rima
Unsur pokok musikalitas sebuah puisi adalah
irama atau ritme. Irama dalam puisi adalah alun suara alam perpaduan panjang
pendek, tinggi rendah, dank eras lemah pengucapan kata-katanya. Irama tersebut
erat hubungannya dengan corak isi atau jiwa sebuah puisi. Corak isi bersumber
atau menggambarkan pikiran, pandangan, dan maksud penyair. Puisi ratapan atau
kesedihan, puisi sanjungan kepada Tuhan, maupun puisi sindiran, akan mengalunkan
irama yang berbeda-beda. Selain itu irama pengucapan katapun akan berbeda pula,
sejalan dengan bagian penting dalam lirik puisi. Bagian penting biasanya diucapkan lebih keras dan lebih
tinggi nadanya.
Misalnya: KU TULISS – SURATT INI
KALA HUJAN GERIMIS
Keterangan: biru= agak lemah
Merah=agak keras
Hitam = keras
Selain irama musikalitas atau orchestra puisi
juga dibentuk oleh pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan pengulangan bunyi itu
puisi menjadi merdu jika dibaca. Untuk keperluan itu penyair akan
mempertimbangkan lambang bunyi. Dengan cara ini pemilihan bunyi-bunyi mendukung
perasaan dan suasana bunyi. Rima dalam puisi mengandung persamaan bunyi,
perpaduan bunyi konsunan dan vocal. Kedua unsur tersebut telah yang akan
membangun orkestrasi atau musikalitas. Sebagai contoh dalam sajak “surat cinta”
banyak menggunakan bunyi desis yang menciptakan suasana gelisah. Bunyi tersebut
dipadu dengan /b/,/t/, dan /r/, yaitu sebagai berikut:
Ku tulis surat ini
Kala hujan gerimis
Bagai bunyi tambur mainan
Anak-anak peri dunia yang gaib
Dan angin mendesah
Mengeluh dan mendesah
Pada baris ke-5 dan ke-6, konsonan (h)
mempertegas kegelisahan itu. Perpindahan antara bunyi desis (s) dan (h) dengan
menggunakan huruf (n). Anda dapat merasakan bunyi ini sangat merdu dan efektif.
3. Kata-kata berkonotasi
Penyair dalam menuliskan puisinya sangat
cermat dalam memilih kata-kata. Mereka akan mempertimbangkan makna, komposisi
bunyi, dalam rima dan irama, kedudukan kata itu di tengah konteks kata lainnya
dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi itu. Kata-kata konotatif terkadang
memiliki daya sugestif yang tinggi bagi pembacanya. Sebagai contoh untuk
mengesankan penghargaan yang tinggi kepada kekasihnya, Rendra melukiskan
kekasihnya itu seperti baris puisi berikut ini:
Engkaulah putrid duyung/ kawanku/
Putri duyung dengan suara merdu lembut/
Bagai angin laut/ mendesahlah bagiku
Putri duyung tersebut dapat berkonotasi dengan putri yang
cantik karena ada legenda yang menyebutkan bahwa putri duyung berwajah cantik
dan bersuara merdu. Apabila anda memaknai putri duyung tersebut sebagai putri
duyung sungguhan / siluman maka makna tersebut kurang tepat. Karena dalam dunia
nyata tidak ada putrid duyung, jadi Rendra hanya mengibaratkannya saja.
4. Kata-kata bermakna lambang
Perlambangan dalam puisi digunakan penyair
untuk memperjelas makna dan membuat nada dan suasana puisi menjadi lebih jelas.
Alasan penyair menggunakan lambang dalam puisi adalah karena penyair merasa
bahwa kata-kata dari kehidupan sehari-hari belum cukup untuk mengungkapkan
makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Lambang-lambang tersebut
digunakan oleh penyair dapat berupa lambang warna, lambang gerak, lambang
benda, lambang bunyi, dan lambang suasana. Dalam puisi “surat cinta”, Rendra
menggunakan lambang bunyi /i/ yang bernada bahagia yaitu
Kutulis surat ini/ kala hujan gerimis/ bagai
bunyi tambur mainan/ anak-anak peri dunia gaib/
No comments:
Post a Comment
terimakasih telah berkunjung ke blog saya, jangan lupa tinggalkan komentar ya sahabat :)